Antara Realitas dan Kehidupan - #SokitisE.1

Malam dan Siang, perbedaan kehidupan antara realitas, dimana orang bisa bahagia di siang hari atau sedih saat malam hari.
#Sokitis (Sok Puitis) E.1


Terkadang, sebagian besar dari beberapa orang yang pernah aku temui, mampu dan paham apa arti dari hidup? Mereka tahu, apa makna dari sebuah waktu yang telah mereka jalani. Ya, belasan tahun hingga puluhan tahun itu adalah sebuah waktu yang cukup lama untuk mereka sadar akan arti dari sebuah kehidupan. Butuh cukup waktu memang untuk memahami dan menyadarinya. Itu wajar. Dan itulah sebuah kehidupan. Mereka tak perlu untuk malu dan tak perlu untuk takut bila kesadaran itu akan tumbuh ditengah mereka menjalani kehidupan yang bersifat realitas. Lalu, bila yang mereka jalani sekarang adalah sebuah realitas, lantas yang dahulu sebelum sebuah kenyataan itu apa? Apakah hanya ilusi? Atau hanya sekedar mimpi?

18 tahun lebih aku sadar bahwa kehidupan yang aku jalani saat ini hanyalah sekedar titipan. Lantas apakah aku percaya? Tentu, kenapa tidak. Fakta dan data yang ada bahkan adalah sebuah hal yang konkrit menyatakan bahwa jiwa yang ada didalam raga setiap manusia hanyalah sebuah ruh yang ditiup serta dititipkan kepada semua yang dirasa mampu dan pantas untuk bisa melewati sebuah fase kehidupan. Tak percaya? 12 tahun yang lalu, ketika aku duduk dibangku sekolah dasar, aku rasa ini adalah sebuah pertanyaan konyol yang mungkin hampir setiap anak kecil memikirkan hal serupa, "Ma, kenapa adik bisa ada didunia ini?." "Pa, kenapa dulu adik bisa dilahirkan didunia ini?." Konyol bukan? Tapi ketika kita menyadarinya, mau itu guru, mulai guru agama hingga guru sejarah ataupun orang tua kita sendiri saja akan menjawab dengan inti dan simpulan yang sama "Kamu lahir karena papa dan mama bisa membuat tuhan meniupkan ruh dengan jiwa kedalam raga titipan tuhan yang dikandung oleh mamamu." Aku tidak mengada - mengada. Ingatkah kita kisah sebuah benih yang harus melawan ribuan bahkan jutaan kawan - kawannya untuk berhasil masuk dan lolos dalam fase kehidupan selanjutnya. Bagiku artinya adalah tuhan hanya memberikan satu kesempatan kepada kita yang berhasil melewatinya untuk mau diberi titipan sebuah tanggung jawab besar sebagai bakal dari sebuah subyek kehidupan.

Masih tak percaya? Lihatlah sekarang, berapa jumlah teman, saudara, ataupun kawan kalian yang sudah meninggalkan kehidupan dunia ini? Mampu kau hitung? Kurasa satu atau dua saja yang mampu kau ingat sampai saat ini, namun realitasnya sudah hampir dari separuh total manusia yang ada di bumi saat ini yang telah meninggalkan kehidupan dunia menuju kehidupan yang lebih abadi dan kekal disana. Itulah mengapa aku masih percaya bahwa hidup itu hanyalah sebuah titipan, bukan sebuah ketetapan yang selamanya ada dan abadi. Dan aku rasa, hanya itulah yang mampu orang tafsirkan apa itu hidup.

Kurasa, kali ini aku terlalu luas untuk bercerita tentang semua ini, namun rasanya, cerita ini hanyalah segelintir ungkapan untuk aku mampu meluruskan dari apa yang pernah aku rasakan tentang arti sebuah kehidupan ditengah realitas hidup yang ada.

Perlu ku ingat kembali, aku bukan seorang yang mampu berpuitis dan bermain kata untuk bisa membuat hal - hal yang kuanggap gila sampai detik ini. Begini. Hidup itu adalah tentang kita sendiri. Memang, hidup ini adalah sebuah titipan yang nantinya akan ada saatnya untuk kita kembali kepada penciptanya. Bukan abadi dan bukan untuk selamanya. Namun, apakah kalian yakin hanya cukup sampai disitu kalian mau menyiakan kehidupan yang singkat ini? Ku anggap hidup ini adalah sebuah sejarah.

Sebuah bentuk kontinuitas dari sebuah kehidupan. Apa yang terjadi dimasa lalu adalah sebab dari apa yang terjadi dan akibat yang ada pada saat ini. Lalu tinggal bagaimana kita mampu merubah dan menentukan yang akan datang agar apa yang terjadi di masa depan bukanlah sebuah kejadian yang terjadi kembali dari masa lalu. Mudahnya, hidup itu perlu belajar dari sebuah kesalahan. Sejatuh-jatuhnya orang dalam lingkaran hidupnya, adalah lebih berarti bila ia mampu untuk bangkit kembali dari tamparan realitas hidup yang membuatnya jatuh. Diri kamu sendirilah yang harus mengaturnya.

Penting memang bila self person selalu dianggap sebagai raja. Karena hanya kita sendiri yang mampu untuk mengatur dan mengukur batas serta kemampuan kita untuk melewati segala batu loncatan yang ada dalam realitas kehidupan ini. Banyak orang yang sering berkata, "Hidup itu seperti jalannya roda yang selalu berputar, terkadang ia akan berada pada titik tertingginya dan terkadang ia akan berputar menuju titik terendahnya." Kalau mau dibilang percaya, ya akupun percaya, kalau aku mau tidak percaya ya belum tentu itu adalah sebuah kebenaran yang kodrat. Namun aku bisa merasakan, bagaimana keadaan yang membuatku merasa bahwa aku sangat senang, aku sangat bahagia dan aku bangga akan pencapaian diri aku sendiri, yang disisi lain rasa jatuh, sakit dan tangisan akan datang pada suatu saat. Ya itulah hidup, siap tidak siap, mau seberapa jauh kamu menghindarinya, tentu akan jauh lebih susah. Tinggal kitanya sendiri yang harus siap. Realitas memang terkadang jauh lebih menyakitkan dari kehidupan ini, tinggal bagaimana angin membawanya. Arah angin terkadang membawa keberuntungan namun juga ketidakuntungan yang harus kita lewati. Ambil saja layarnya, pasang nahkodanya, tinggal kamu sendiri yang membawa kapal itu berlari. Tunggu saja, nikmati prosesnya.

Entahlah, akupun juga tak tahu, omong kosong macam apa yang aku tuangkan di coretan kertas ini. Hanya angin belenggu yang menyeretku untuk harus mengisinya. Tapi tak apa, sepertinya cukup menarik bagiku untuk mengisi ruang kosong pada halaman - halaman selanjutnya yang mungkin sisa 344 halaman lagi akan aku coba untuk mampu menuangkan segala ketidakpentingan ini. Berikutnya, aku akan bermain dengan kata yang lebih tidak masuk akal lagi, tentang bagaimana waktu dengan sebuah perasaan.


Comments

Popular posts from this blog

PENYALIN CAHAYA: KETIKA TUBUH DILUKIS DALAM EKOSISTEM DIGITAL

Monolog, Kosong, dan Keegoisan Untuk Pulang (Jalan yang Jauh, Jangan Lupa Pulang)